Kamis, 31 Maret 2011

makalah pemanis sintetis dalam makanan

“PEMANIS SINTETIS DALAM MAKANAN”








Disusun oleh:
Jaka Purnama
Danang Subekti
Dyah Kartika sari
Eko Wibowo
Dwi Prasetyo
Sopan Triyanto


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN MIPA
PROGRAM STUDI KIMIA
PURWOKERTO
2010

I.PENDAHULUAN

Konsumsi gula dunia cenderung meningkat sejalan perkembangan populasi dan peningkatan taraf hidup terutama di negara-negara maju. Di lain pihak, dengan alasan kesehatan, konsumen berusaha mencari pemanis yang tidak menghasilkan kalori agar mereka tetap dapat menikmati rasa manis tanpa takut menjadi gemuk atau menimbulkan respon glikemik (peningkatan kadar gula darah). Industri pangan dan farmasi berlomba-lomba menciptakan pemanis-pemanis sintetik bebas kalori. Pemanis yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat mengganti sukrosa (gula tebu), glukosa atau gula-gula lain yang berkalori tinggi, mendukung usaha konsumen untuk mengontrol berat badan, menekan kadar glukosa darah, mengurangi sedapat mungkin karies gigi yang diakibatkan konsumsi gula, akan tetapi tetap dapat menikmati rasa manis(widodo,2008).
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan. Menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nomor 235, pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain-lain. Pemanis alternatif umum digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau fruktosa. Ketiga jenis gula tersebut merupakan pemanis utama yang sering digunakan dalam berbagai industri. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh.
Pemanis sintetis merupakan pemanis yang dihasilkan melalui proses kimia. Pada dasarnya pemanis sintetis merupakan senyawa yang secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis sintetis dalam produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan pemanis sintetis untuk memproduksi makanan jauh lebih murah dibanding penggunaan sukrosa. Seperti yang telah diketahui, sukrosa sebagai bahan pemanis alamiah memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, yaitusebesar 251 kal dalam 100 gram bahan. (Usmiati dan Yuliani, 2004). Konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi secara berlebihan dan tanpa diimbangi dengan asupan gizi lain dapat menimbulkan gangguan metabolisme dalam tubuh, dimana kalori berubah menjadi lemak sehingga menyebabkan gangguan kesehatan (Usmiati dan Yuliani,2004). Kondisi ini menjadikan penggunaan sukrosa atau yang lebih dikenal dengan gula sebagai bahan pemanis utama semakin tergeser.
Penggunaan pemanis sintetis yang semula hanya ditujukan pada produk-produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti : pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut aman bagi kesehatan.
Pemanis sintetis diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis.Penggunaan pemanis sintetis perlu diwaspadai karena dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis sintetis berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko.Sejalan dengan itu di negara-negara Eropa,Amerika dan juga di Indonesia telah ditetapkan standar penggunaan pemanis buatan pada produk makanan. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi penerapan standar penggunaan jenis pemanis sintetis dan batas maksimum penggunaannya pada beberapa produk pangan seperti minuman (beverages), permen/kembang gula, permen karet, serta produk-produk suplemen kesehatan.




II. ISI
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan pangan atau produk farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural mulai banyak digunakan. Hal ini juga ditunjang oleh tren back to nature dan adanya kesadaran konsumen untuk menggunakan produk yang aman dan bergizi. Penggunaan pemanis natural juga dipacu oleh adanya data-data penelitian yang menunjukkan efek samping dalam penggunaan pemanis sintetis, yaitu bersifat karsinogenik.
Tujuan digunakan bahan pemanis alternatif antara lain untuk: mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama. Selain itu, pemanis alternatif dengan nilai kalori rendah sangat dibutuhkan untuk penderita diabetes atau gula tinggi sebagai bahan substitusi gula reduksi lainnya(Rismaya dan paryanto, 2004).

KRITERIA PEMANIS SINTETIK
Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis, kecuali berasa manis, harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, antara lain :
- Secara fisik (bentuk), pemanis sintetik tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki rasa manis yang sama dengan gula, namun rasa manisnya tidak tahan lama.
- Secara kimia, pemanis buatan harus dapat larut dalam air dan mudah dipadukan dengan berbagai senyawa kimia. Jika diolah dalam teknologi tinggi, pemanis sintetik/buatan akan tahan dengan suhu tinggi (pemanasan, penggorengan, perebusan, pemanggangan), dan suhu rendah (pendinginan, pembekuan). Selain itu, juga tahan terhadap asam dan cahaya.
- Pemanis buatan harus tidak beracun, dapat dicerna dengan baik oleh tubuh dan dapat dikeluarkan dengan baik oleh tubuh secara utuh sehingga tidak menimbulkan efek samping serta tidak berpengaruh terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh manusia.
- Larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas.
- Stabil pada kisaran suhu yang luas.
- Tidak mempunyai side atau after-taste.
- Murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula (Widodo, 2008).


JENIS-JENIS PEMANIS SINTETIK
Penetapan jenis pemanis yang diijinkan dan batas ADI di Indonesia lebih mengacu peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) atau Codex Alimentarius Commission (CAC). Pertimbangannya adalah bahwa kategori pangan sistem CAC telah dikenal dan digunakan sebagai acuan oleh banyak negara dalam komunikasi perdagangannya. Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk digunakan dalam produk makanan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh manusia. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bila dikonsumsi berlebihan atau secara berkelanjutan beberapa jenis pemanis membawa efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai penggunaan pemanis buatan juga harus disertai dengan batasan jumlah maksimum penggunannya. Beberapa contoh pemanis sintetis:
1. Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium, kalium, dan natrium sakarin dengan rumus kimia C14H8CaN2O6S2.3H2O, C7H4KNO3S.2H2O dan C7H4NaNO3S.2H2O. Sakarin, yang merupakan pemanis tertua, termasuk pemanis yang sangat penting perannya dan biasanya dijual dalam bentuk garam Na atau Ca. Tingkat kemanisan sakarin adalah 300 kali lebih manis daripada gula. Karena tidak mempunyai nilai kalori, sakarin sangat populer digunakan sebagai pemanis makanan diet, baik bagi penderita diabetes maupun untuk pasien lain dengan diet rendah kalori. Pada konsentrasi yang tinggi, sakarin mempunyai after-taste yang pahit. Meskipun hasil pengujian pada hewan percobaan menunjukkan kecenderungan bahwa sakarin menimbulkan efek karsinogenik, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan pada manusia. Oleh karena itu, sakarin sampai saat ini masih diijinkan penggunaannya di hampir semua negara.

2. Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid(C6H13NO3S) merupakan pemanis non-nutritif lainnya yang tidak kalah populer. Tingkat kemanisan siklamat adalah 30 kali lebih manis daripada gula dan siklamat tidak memberikan after-taste seperti halnya sakarin. Meskipun demikian, rasa manis yang dihasilkan oleh siklamat tidak terlalu baik (smooth) jika dibandingkan dengan sakarin. Siklamat diperjual belikan dalam bentuk garam Na atau Ca-nya. Siklamat dilarang penggunaannya di Amerika serikat, Kanada, dan Inggris sejak tahun 1970-an karena produk degradasinya (sikloheksil amina) bersifat karsinogenik. Meskipun demikian, penelitian yang mendasari pelarangan penggunaan siklamat banyak mendapat kritik karena silamat digunakan pada tingkat yang sangat tinggi dan tidak mungkin terjadi dalam praktek sehari-hari. Oleh karena itu, FAO/WHO masih memasukkan siklamat sebagai BTM yang diperbolehkan.

3. Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia C14H18N2O5 atau 3-amino-N (α-carbomethoxy-phenethyl) succinamic acid, N-L-α-aspartyl-Lphenylalanine-1-methyl ester merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis, pemanis baru yang penggunaannya diijinkan pad tahun 1980-an untuk produk-produk minuman ringan dan campuran kering (dry mixtures). Aspartam merupakan pemanis yang mempunyai nilai kalori karena pada dasarnya aspartam merupakan dipeptida. Meskipun demikian, kemanisannya yang tinggi (200 kali kemanisan sukrosa) maka hanya ditambahkan dalam jumlah yang sangat kecil sehingga nilai kalorinya dapat diabaikan. Aspartam sangat disukai karena rasa manis yang dihasilkannya sangat mirip dengan gula. Karena merupakan dipeptida, aspartam mudah terhidrolisis, mudah mengalami reaksi kimia yantg biasa terjadi pada komponen pangan lainnya dan mungkin terdegradasi oleh mikroba. Hal tersebut tentunya merupakan limitasi penggunaan aspartam pada produk-produk pangan dengan kadar air yang tinggi. Jika mengalami hidrolisis, aspartam akan kehilangan rasa manisnya. Di dalam makanan, aspartam dapat mengalami kondensasi intramolekuler menghasilkan diketo piperazin. Reaksi ini terjadi terutama pada kondisi pH netral sampai basa karena gugus amina yang tidak terprotonasi lebih tersedia untuk reaksi tersebut. Pada pH basa, gugus amina juga dapat dengan cepat bereaksi dengan gugus karbonil dari gula maupun vanilin. Oleh karena itu, setelah bereaksi dengan gula, aspartam dapat kehilangan rasa manisnya dan setetalh bereaksi dengan vanilin, vanila kehilangan aroma khasnya. Produk-produk yang dimaniskan dengan aspartam harus diberi label yang jelas, terutama tentang kandungan fenilalaninnya yang dipantang oleh penderita kelainan fenilketonuria.


4. Acesulfame-K dengan rumus kimia (C4H4KNO4S) atau garam kalium dari 6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2dioxide atau garam Kalium dari 3,4-dihydro-6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2 di- oxidemerupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori. Asesulfam K adalah asam asetoasetat dan asam sulfamat yang berada dalam bentuk garam kalsiumnya. Tingkat kemanisan asesulfam adalah 200 kali lebih manis daripada sukrosa dan mutu kemanisannya berada di antara sakarin dan siklamat. Pengujian yang lama dan teliti telah membuktikan bahwa asesulfam K tidak berbahaya bagi manusia dan stabilitasnya selama pengolahan sangat baik. Asesulfam K dapat disintesis dengan harga yang relatip murah dan dengan perolehan yang sangat murni.

5. Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S2,5H2O atau L-α-Aspartil-N-[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat, merupakansenyawa yang disintesis dari asam amino L asamaspartat, D-alanin, dan senyawaamida yang disintesis dari 2,2,4,4-tetrametiltienanilamin. Alitam dapat dicerna olehenzim dalam saluran pencernaan dandiserap oleh usus berkisar antara 78-93 %dan dihidrolisis menjadi asam aspartat danalanin amida. Sedangkan sisa alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7-22%dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil hidrolisis selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui urin sebagai isomer sulfoksida,sulfon, atau terkonjugasi dengan asam glukoronat. Oleh karena itu, Calorie Control Council (CCC) menyebutkan alitam aman dikonsumsi manusia. Beberapa negara seperti Australia, New Zealand, Meksiko,dan RRC telah mengijinkan penggunaan alitam sebagai pemanis untuk berbagai produk pangan. Meskipun telah dinyatakan aman oleh CAC, Alitam belum diijinkan penggunaannya di Eropa.

6. Neotam dengan rumus kimia C20H30N2O5atau L-phenylalanine, N-[N-(3,3-dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine1-methyl ester merupakan senyawa yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita-rasa yang unik dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilaikalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat dilakukan secara tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam acesulfame,siklamat, sukralosa, dan sakarin. Neotam dapat berfungsi sebagai penegas cita rasa terutama cita rasa buah. Kajian digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. Hasil kajian komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak, wanita hamil,penderita diabetes memperlihatkan bahwa neotam aman dikonsumsi manusia.

7. Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro-1,6-dideoxy-ß-D-fructofuranosyl-4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside atau 4 ,1 ,6 trichlorogalactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, methanol dan alcohol, sedikit larut dalam etilasetat, serta berasa manis tanpa purna rasa yang tidak diinginkan. Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Hal tersebut menempatkan sukralosa dalam golongan Generally Recognized as Safe (GRAS),sehingga aman dikonsumsi wanita hamil dan menyusui serta anak-anak segala usia. Sukralosa teruji tidak menyebabkan karies gigi, perubahan genetik, cacat bawaan, dan kanker. Selanjutnya sukralosa tidak pula berpengaruh terhadap perubahan genetik, metabolisme karbohidrat, reproduksi pria dan wanita serta terhadap sistem kekebalan. Oleh karena itu, maka sukralosa sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II.

8. Sorbitol adalah suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis yang ditemukan dalam berbagai produk makanan. Rumus kimiawi C6H14O6, struktur molekulnya mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehide pada glukosa diganti menjadi gugus alkohol. Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya. Rasanya lembut di mulut dengan rasa manis yang menyenangkan dan dingin.Sorbitol bersifat non-kariogenik (tidak menyebabkan kanker) dan dapat berguna bagi orang-orang penderita diabetes (kencing manis). Telah terbukti aman digunakan dalam proses industri makanan untuk hampir separuh suatu abad. Sorbitol digunakan pada produk lain seperti yang berkenaan dengan farmasi dan kosmetik. Sekarang ini sorbitol secara komersial diproduksi dari hidrogenasi glukosa dan tersedia dalam bentuk kristal maupun cairan. Sorbitol digunakan sebagai suatu humektan (pelembab) pada berbagai jenis produk sebagai pelindung melawan hilangnya kandungan moisture. Dengan sifat tekstur dan kemampuan untuk menstabilisasi kelembaban, sorbitol banyak digunakan untuk produksi permen, roti dan cokelat dan produk yang dihasilkan cenderung menjadi kering atau mengeraskan. Secara kimiawi sorbitol sangat tidak reaktif dan stabil. Sorbitol dapat berada pada suhu tinggi dan tidak mengalami reaksi Maillard (pencokelatan). Sehingga pada produksi kue berwarna segar, tidak ada penampilan warna cokelatnya. Juga berkombinasi baik dengan ramuan makanan lain seperti gula, jelly, lemak sayuran dan protein. Sorbitol sebagai pengendalian glukosa darah, lemak dan berat badan karena secara kimiawi sorbitol lamban diserap oleh metabolisme tubuh, sehingga ketika digunakan, kenaikan glukosa darah dan respon insulin yang berhubungan dengan proses pencernaan glukosa terkurangi. Nilai kalori yang rendah (2.6 kalories/gram bandingkan dengan gula 4.0 kalories/gram) sangat tepat untuk mengendalikan berat badan. Sorbitol juga sebagai pengganti gula dapat bermanfaat dalam menyediakan berbagai variasi produk rendah kalori dan rendah gula serta memberikan pilihan bebas yang lebih luas bagi penderita diabetes.

9. Isomalt merupakan campuran equimolar dari 6-O-α-D-Glucopyranosyl-D-glucitol (GPG) (GPG-C12H24O11) dan 1-O-α-D-Glucopyranosyl-D-mannitol (GPM) dihydrate (GPM-C12H24O11.2H2O) mengandung gluko-manitol dan gluko-sorbitol dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik. Perubahan molekuler yang terjadi dalam proses tersebut menyebabkan isomalt lebih stabil secara kimiawi dan enzimatik dibandingkan dengan sukrosa. Isomalt berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,45 sampai dengan 0,65 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/kg. Bahan pengisi (filler), pencita rasa buah, kopi, dan coklat (flavor enhancer). Isomalt termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Safe), sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes tipe I dan II.


10. Laktitol dengan rumus kimia C12H24O11 atau 4-O-ß-D-Galactopyranosil-D-glucitol dihasilkan dengan mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol tidak dihidrolisis dengan laktase tetapi dihidrolisis atau diserap di dalam usus kecil. Laktitol dimetabolisme oleh bakteri dalam usus besar dan diubah menjadi biomassa, asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan sejumlah kecil gas hidrogen (H2). Asam-asam organik selanjutnya dimetabolisme menghasilkan kalori. Laktitol stabil dalam kondisi asam, basa, dan pada kondisi suhu tinggi, tidak bersifat higroskopis dan memiliki kelarutan serupa glukosa. Laktitol berasa manis seperti gula tanpa purna rasa (aftertaste) dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,3 sampai dengan 0,4 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g. Berfungsi sebagai bahan pengisi (filler). Laktitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Hasil evaluasi Scientific Committee for Food of European Union pada tahun 1984 menyatakan bahwa konsumsi laktitol sebanyak 20 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif.

11. Maltitol dengan rumus kimia C12H14O11 atau α-D-Glucopyranosyl-1,4-D-glucitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Maltitol berbentuk kristal anhydrous dengan tingkat higroskopisitas rendah, dan suhu leleh, serta stabilitas yang tinggi. Dengan karakteristik tersebut maltitol dimungkinkan bisa sebagai pengganti sukrosa dalam pelapisan coklat bermutu tinggi, pembuatan kembang gula, roti coklat, dan es krim. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g. Maltitol berfungsi sebagai Pencita rasa (flavor enhancer), humektan, sekuestran, pembentuk tekstur, penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener) . Maltitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes.

12. Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-mannitol; 1,2,3,4,5,6-hexane hexol merupakan monosakarida poliol dengan nama kimiawi Manitol berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, sangat sukar larut di dalam alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g. Fungsi manitol sebagai pengeras (firming agent), penegas cita rasa (flavor enhancer), pembasah atau pelumas, pembentuk tekstur, pendebu (dusting agent), penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener).Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Konsumsi manitol sebanyak 20 g/hari akan mengakibatkan efek laksatif.

13. Silitol dengan rumus kimia C5H12O5 adalah monosakarida poliol (1, 2, 3, 4, 5–Pentahydroxipentane) yang secara alami terdapat dalam beberapa buah dan sayur. Silitol berupa senyawa yang berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g. Silitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, menurunkan akumulasi plak pada gigi, dan merangsang aliran ludah dalam pembersihan dan pencegahan kerusakan gigi.

14. Leukrosa Pemanis leukrosa merupakan hasil sintetis dari campuran sukrosa dan fruktosa sebanyak 2 persen serta menggunakan enzim dextranase dari Leuconostoc mesenteroides dan dikembangkan oleh Pfeifer dan Langen (Jerman).
15. Palatinosa merupakan turunan sukrosa sebagai hasil proses enzimatis. Enzim yang digunakan adalah x-glukosil transferase dari Protanimobacler rubrum. Palatinosa mempunyai kemanisan lebih rendah yaitu 0,42 kalinya sukrosa, tetapi mempunyai keuntungan dengan sifat yang tidak merusak gigi dan kandungan kalori 4 kkal/gram.
16. Palatinit pemanis ini merupakan campuran dari 6-O-(x-D-glukopiranosil)-D-manitol dan 6-O-x-D-glukopiranosil)-D-sorbitol dan diproduksi melalui tiga tahap yaitu hidrogenasi palatinosa, pemurnian, dan rekristalisasi. Pemanis ini sangat cocok untuk penderita diabetes.

PRODUK-PRODUK PANGAN YANG MENGGUNAKAN PEMANIS SINTETIK
1. Produk Minuman
Perubahan trend dan gaya hidup masyarakat menyebabkan permintaan akan produk minuman siap minum mengalami peningkatan. Semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan juga mendorong pertumbuhan industry minuman yang mengklaim produknya sebagai produk yang baik untuk kesehatan, termasuk didalamnya produk-produk bebas gula (sugar free). Pada penggunaan sakarin dan siklamat, kisaran batas maksimum yang ditetapkan SNI relatif lebih tinggi dibandingkan standar yang ditetapkan oleh Eropa dan USA. Sedangkan untuk penggunaan acesulfame-K, meskipun standar yang ditetapkan jauh lebih tinggi dibandingkan EU namun relatif lebih rendah dibandingkan standar yang ditetapkan oleh Amerika.
Berbagai produk minuman ringan yang dipasarkan dan dikonsumsi secara global diketahui secara pasti dapat menyebabkan demineralisasi enamel yang secara langsung dikenal sebagai erosi, atau bila melalui fermentasi karbohidrat dalam hubungannya dengan aktivitas bakteri dikenal sebagai kariesgigi (Prasetyo, 2005). Berkaitan dengan hal tersebut, para produsen minuman ringan memproduksi produk minuman yang bebas gula,dan mempromosikan bahwa produk yang dihasilkan tidak merusak gigi. Hal ini merupakan konsep yang salah, karena faktanya demineralisasi secara langsung, lebih diakibatkan oleh kandungan asam dalam minuman ringan dibandingkan kandungan gulanya (Prasetyo, 2005). Beberapa sampel produk minuman yangmengandung pemanis buatan ditampilkan pada Kombinasi ini ternyata menyebabkan sinergi pada tingkat kemanisan, sehingga menguntungkan bagi produsen karenaakan mengurangi pemakaian jumlah pemanis dan meningkatkan citarasa produk (Rismana danParyanto, 2002). Ditambahkan oleh Lipinski (2002), kombinasi penggunaan beberapa pemanis juga dilakukan untuk menutupi karakteristik rasa lain yang tidak diinginkan muncul dalam produk yang dihasilkan, seperti rasa pahit dan efek liquorice atau citarasa logam (metallic taste). Permasalahannya adalah di Indonesia belum ada standar ataupun peraturan mengenai batas maksimum penggunaan pemanis buatan yang dikombinasikan.
Kombinasi pemanis buatan yang paling banyak ditemukan dalam sejumlah sampel produk minuman adalah penggunaan aspartame bersama-sama dengan acesulfame K. Padaminuman ringan (soft drink), kombinasi siklamat dan sakarin lebih cenderung untuk digunakan. Perbandingan yang umumnya digunakan untukkombinasi aspartam-acesulfame pada produk pangan di Australia adalah 60% aspartam dan40% acesulfame dari bobot total (FSANZ, 2003). FSANZ menetapkan konsentrasi penggunaan aspartam-acesulfame yang diperbolehkan dalam produk minuman adalah sebesar 190-270 ppm.Sedangkan batas maksimum kombinasi penggunaan sakarin-siklamat pada produk minuman ringan yang diijinkan oleh Food
Standard Code adalah 80 mg/kg untuk sakarindan 600 mg/kg untuk siklamat (FSANZ, 2003). Jika standar tersebut dijadikan acuan untuk produk minuman di Indonesia, maka konsentrasi yang digunakan masih berada dalam ambang batas yang diijinkan. Pada salah satu produk minuman ringan, diketahui bahwa perbandingan pemanis siklamat dan sakarin yang digunakan hampir mencapai 10 : 1. Sorbitol dikategorikan sebagai produk GRAS,s ehingga aman untuk dikonsumsi. Meskipun demikian US-CFR memberi penegasan bahwa produk pangan yang diyakini memberikan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g, harus memberikan label peringatan karena dapat menimbulkan efek laksatif. Belum adanya peraturan dan sanksi yang tegas dari pemerintah Indonesia mengenai hal tersebut, menyebabkan mayoritas produsen minuman cenderung mengabaikan anjuran agar mencantumkan peringatan mengenai kandungan bahan pemanis dan efek sampingnya.

2. Permen dan Kembang Gula
Produk permen dan kembang gula merupakan produk yang tidak dapat terlepas dari penggunaan bahan pemanis, baik alami maupun buatan. Penggunaan pemanis buatan merupakan salah satu alternatif yang paling menguntungkan untuk mengurangi biaya produksi, sehingga penggunaan pemanis buatand alam produk-produk permen cenderung meningkat. Produsen umumnya berdalih bahwap enggunaan pemanis buatan dilakukan dalam upaya menjaga kesehatan, yaitu mencegah kerusakan gigi. Menurut hasil survei di Australia, produk permen dan minuman ringan merupakan produk dengan kandungan pemanis buatan yang paling banyak dikonsumsi, yaitu masing-masing mencapai 27% (Fisher, 2007). Konsumen untuk produk ini sangat beragam, dari anak-anak sampai dengan orang tua. Oleh karena itu, peraturan mengenai penggunaan pemanis dalam produk ini harus diperketat. Batas maksimum penggunaan pemanis buatan dalam produk permen dan kembang gula yang ditetapkan Indonesia dapat dikatakan relatif lebih tinggi dibandingkan standar yang ditetapkan oleh Eropa dan Amerika, terutama untuk penggunaan pemanis jenis aspartam. Lipinski (2002) menyebutkan bahwa konsumsi (asupan) aspartam dalam dosis tinggi dapat meningkatkan kadar aspartat dan glutamate dalam darah. Penyimpangan juga ditemukan pada beberapa merek permen, yang meskipun telah mencantumkan jenis pemanis yang digunakan, namun tidak diikuti dengan pencantumanjumlah/konsentrasinya.

3. Permen Karet (Chewing Gum)
Dalam industri permen karet, penambahan pemanis buatan sangat berguna dan menguntungkan. Hal ini dikarenakan bahan pemanis buatan memiliki karakteristik tertentu yang dapat memperkaya cita rasa produk yang dihasilkan, bersifat osmosis, dapat menghasilkan tekstur yang baik, serta viskositasnya yang tinggi (Linden dan Lorient, 1999). Pada salah satu sampel produk permen karet, bahan pemanis yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa jenis pemanis buatan yaitu aspartam dan acesulfameK. Bagi produsen, kombinasi penggunaan bahan pemanis buatan dapat meningkatkan citarasa produk, memperpanjang umur simpan, serta menurunkan biaya produksi. Polyol (sorbitol danmaltitol) dalam produk tersebut tidak berfungsi sebagai bahan pemanis, namun lebih berfungsi sebagai pencitarasa, bahan pengisi, penstabil, antikempal, humektan, dan sekuestran pangan, termasuk permen karet. Pada produk permen karet, penggunaannya dibatasi maksimum sampai dengan 75 persen.

4. Produk Kesehatan (Dietary Suplements)
Kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sebagai sumber gizi serta untuk menjaga kesehatan semakin meningkat baik di negara maju maupun negaraberkembang seperti Indonesia. Dasar pertimbangan konsumen dalam memilih produk pangan tidak lagi hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan. Berdasarkan data Badan POM, produk suplemen makanan meningkat cukup pesat dalam dasawarsa terakhir, baik yang diproduksi di dalam negerimaupun yang diimpor (Winarti dan Nurdjanah,2005). Berbagai produk suplemen makanan baik dalam bentuk sediaan obat, vitamin, maupun produk susu rendah lemak telah beredar dipasaran. Dengan alasan kesehatan pula, penggunaan pemanis buatan dalam sejumlah produk kesehatan semakin meluas. Pada produk makanan khusus (terutama bagi penderita diabetes), penggunaan jenis pemanis buatan yang digunakan didominasi oleh sorbitol dansukralosa. Hal ini tidak mengherankan mengingat bagi penderita diabetes, penggunaan sorbitol sangat bermanfaat karena konsumsi pemanis ini tidak menyebabkan peningkatan gula dalam darah secara signifikan (Linden dan Lorient, 1999). Sama halnya dengan sorbitol, penggunaan sukralosa umumnya juga didasari pertimbangan akan sifatnya yang non nutritive (rendah kalori) sehingga dapat digunakan untuk penderita diabetes. Mayoritas produk-produk kesehatan yang beredar di pasaran telah mengikuti peraturan yang ditetapkan di Indonesia mengenai penggunaan pemanis buatan. Namun demikian, beberapa produsen produk kesehatan dalam bentuk sediaan vitamin yang dijadikan sampel masih melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan pencantuman jumlah/kadar pemanis buatan yang terkandung dalam produk

PEMANIS SINTETIS YANG DIIJINKAN PENGGUNAANYA DI INDONESIA
Jenis Bahan
Pemanis Jumlah
Kalori
(kKal/g) Tingkat
Kemanisan* ADI
(mg/kg berat
badan) Sifat
Alitam 1,4 2000 0,34 - Penggunaannya bersama pemanis lain bersifat sinergis
- Dapat dicerna oleh enzim pencernaan dan diserap oleh usus
Acesulfame-K 0 200 15 - Relatif lebih stabil dibandingkan jenis pemanis lainnya
- Tidak dapat dicerna, bersifat non
glikemik dan non karsinogenik
Aspartam 0,4 180 50 - Stabil pada kondisi kering, namun
tidak tahan panas
- Berbahaya bagi penderita fenilketonuria karena dapat menyebabkan resiko penurunan fungsi otak
- Dapat menimbulkan gangguan tidur dan migrain bagi yang sensitif
Neotam 0 7000 0-2 - Terurai secara cepat dan dibuang
sempurna tanpa akumulasi oleh
tubuh melalui metabolisme normal
Sakarin 0 300 5 - Timbul reaksi dermatologis bagi
anak-anak yang alergi terhadap sulfa
- Berpotensi memacu pertumbuhan
tumor dan bersifat karsinogenik
Siklamat 0 300 0-11 - Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati dan limpa
Sukralosa 0 300 0-15 - Stabil pada kondisi panas
- Tidak dapat dicerna dan langsung
dikeluarkan oleh tubuh tanpa
perubahan
Sorbitol 2.6 0,5-0,7 kali sukrosa Tidak ada batasan










III. PENUTUP

KESIMPULAN

1. Pemanis sintetis adalah pemanis yang dihasilkan melalui proses kimiawi.
2. Pemanis sintetis yang dikenal ada 16 jenis
3. Hanya ada 8 jenis pemanis sintetis yang penggunaanya diijinkan di
Indonesia























DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional (BSN), 2000. Kajian Keamanan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan. http://www.pom.go.id/nonpublic/makanan/ standard/news1.html. Diakses tanggal 22 November 2009.

Darmawan, Adi. 2005. Sorbitol, Pemanis untuk Penderita Diabetes. http://www.suaramerdeka.com/harian/0502/28/ragam4.htm. Diakses tanggal 22 November 2009.

Ambarsari, Indrie, Qanytah & Surjana. 2009. Penerapan Standar Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk Pangan. www.bsn.go.id/files/348256349/ Litbang%202009/Bab%206.pdf. Diakses tanggal 22 November 2009.

BPOM. 2004. Kajian Keamanan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan. http://www1.pom.go.id:8796/nonpublic/makanan/standard/News1.html. Diakses tanggal 22 November 2009.

Fisher, M. 2007. Toward A Shared Understanding of Food Additives Permitted For Use in Foods. Food Additives Seminar Series Intense Sweeteners. Australia New Zealand Food Authority, Canberra.

FSANZ. 2003. Initial Assessment Report 09/03 21 May 2003. Application A469 – To Amend Permissions for Saccharin and Cyclamates in Water Based Flavoured Drinks. Food Standards Australia New Zealand.

FSANZ. 2003. Final Assessment Report 12/03 8 October 2003. Application A452. Aspartam- Acesulphame Salt. Food Standards Australia New Zealand.

Linden, G. dan D. Lorient. 1999. New Ingredients in Food Processing – Biochemistry and Agriculture. Woodhead Publishing Limited, Cambridge England.

Lipinski, G.R. 2002. Sweeteners. Food Chemical Safety Volume 2: Additives. Edited by: D.H. Watson. Woodhead Publishing Limited and CRC Press.

Prasetyo, E.A. 2005. Keasaman Minuman Ringan Menurunkan Kekerasan Permukaan Gigi. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) 38 (2): 60 – 63.

Rismana, E. dan I. Paryanto. 2002. Beberapa Bahan Pemanis Alternatif yang Aman. Kompas Cyber Media. http://www.kompas.com/kesehatan. Diakses tanggal 22 November 2009.
Richardus Widodo.2008.Mengenal Pemanhis Buatan Mutakhir.Universitas 17 Agustus.Surabaya

SNI 01-6993-2004. Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan – Persyaratan Penggunaan Dalam Produk Pangan. Badan Standardisasi Nasional.

Usmiati, S. dan S. Yuliani. 2004. Pemanis Alami dan Buatan untuk Kesehatan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 10 (1): 13 – 17.

Winarti, C. dan N. Nurdjanah. 2005. Peluang Tanaman Rempah dan Obat sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian 24 (2): 47 – 55.










salam persaudaraan..saya mw bgi2 info nih, ada sebuah bisnis yang sangat mudah tapi kita dapat untung besar, kerjanya cuma mngirim data ke perusahaan, setiap 1 kiriman di bayar 10rb. kalo 1 hari ngirim 10 data berarti itu dapat 100rb. selain itu juga kita akan mendapatkan gaji tetap senilai 2jt perbulan serta dapat bonus2 lainnya seperti buku2 yang udah terkenal... nah caranya klik link di bawah ini, isi nama dan email saudara dengan benar... selamat mencoba.. kalo g percaya buktikan sendiri... buka alamat berikut.. http://www.penasaran.net/?ref=pqged2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar