K.H. Abdullah Gymnastiar
Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena
apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau
kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah.
Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang
utama adalah pancaran yang tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.
Ketika pagi menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri :
"Saya ingin tahu wajah yang paling menenteramkan hati itu seperti apa?
Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti bagaimana?" karena pastilah
hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang per orang. Ya, karena
setiap orang pastilah punya wajah. Wajah irtri, suami, anak, tetangga, teman
sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa
dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.
Subhanallaah, pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam
bentuk wajah. Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan,
ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada
pula yang menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena
bentuk hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi
menenteramkan. Ada
yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.
Pernah suatu ketika berjumpa dengan seorang ulama dari Afrika di
Masjidil Haram, subhanallaah, walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning,
tetapi ketika memandang wajahnya... sejuk sekali! Senyumnya begitu tulus
meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai disiram air sejuk
menyegarkan di pagi hari. Ada
pula seorang ulama yang tubuhnya mungil, dan diberi karunia kelumpuhan sejak
kecil. Namanya Syekh Ahmad Yassin, pemimpin spiritual gerakan Intifadah,
Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya
kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan
yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang
dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu
beliau memendam ketenteraman batin yang begitu dahsyat, tergambar saat kita
memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.
Nah, saudaraku, kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur
wajah seseorang yang menenteramkan, maka caru tahulah kenapa dia sampai
memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan
menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin
sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana
kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan
bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus,
sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah.
Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat
ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari.
Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan
tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak
ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.
Tidak ada salahnya jika kita evalusi diri di depan cermin.
Tanyalah; raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara
hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang
menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, bentuk
seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal
bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.
Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka
tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi.
Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi
yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita
membuat di sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian
yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang
itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada
orang yang menyapanya – menganggap orang tersebut adalah orang yang paling
utama di hadapan beliau. Sesuai kadar kemampuannya.
Walhasil, ketika Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang
yang diajak berbincang ini senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila
cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau
contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang
yang diajak bicara.
Adapun kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul
ternyata diantara akibta kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita
orang yang paling utama. Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya
separuh mata, berbicara hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang
yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil baca koran. Padahal, kalau
kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara
memandang, cara bersikap, itu tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya
pancar yang kuat.
Orang karena itu, marilah kita berlatih diri meneliti wajah, tentu
saja bukan maksud untuk meremehkan. Tapi, mengambil tauladan wajah yang baik,
menghindari yang tidak baiknya, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu?
Lalu praktekkan dalam perilaku kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk
mengutamakan orang lain!
Mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita,
walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik, subhanallaah.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar